17 September 2014

Menuju cinta yang hakiki

Menuju Cinta Hakiki
Mencermati perjalanan kata “cinta” di tengah
manusia adalah suatu hal yang mengherankan
bagi penuntut kehidupan kekal abadi, pengelana
ke negeri akhirat. Dalam kehidupan ini, banyak
insan rela untuk berkorban bagi siapa yang dia
cintai, tidak peduli dengan rintangan yang
harus dihadapi guna membuat yang dia cintai
tenang dan bahagia. Betapa dia memberikan
perhatian kepada kecintaannya dan berusaha
untuk memenuhi segala kebutuhannya. Terasa
hatinya gundah-gulana tatkala yang
dicintainya dirundung duka dan kesedihan. Atau
amatlah besar kepedihan hati dan kesengsaraan
tatkala dia mendapatkan dari yang dia cintai
ada yang selain dari apa yang dia harapkan.
Memang merupakan tabiat manusia untuk
mencintai siapa yang berbuat baik kepadanya,
atau paling tidak membalas budi kepadanya, dan
ini adalah dasar pokok tumbuhnya cinta pada
sebagian manusia kepada sebahagian lainnya.
Namun, bukankah segala nikmat dan kebaikan
yang dia dapatkan dari orang yang dicintainya
adalah berasal dari Allah?
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian,
maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila
kalian ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya
kepada-Nyalah kalian meminta
pertolongan.” [An-Nahl: 53]
Adakah suatu nikmat yang dia berikan kepada
orang yang dia cintai tidak berasal dari Allah
‘Azza wa Jalla, sedang dia mengetahui bahwa
hanya milik Allah-lah segala yang di langit dan
di bumi?
Inilah letak keheranan sekaligus renungan
pelajaran dalam samudra kehidupan yang penuh
dengan cobaan dan godaan ini.
Pembaca yang terhormat, ketahuilah bahwa
tiada kebahagiaan dan keberuntungan yang
lebih besar dari kecintaan kepada Allah. Itulah
surga dunia dan kenikmatan hakiki.
Kecintaan kepada Allah adalah kenikmatan jiwa,
kehidupan ruh, kegembiraan diri, energi hati,
cahaya akal, penyejuk mata dan kemakmuran
batin. Tiada hal yang lebih nikmat dan lebih
sejuk bagi hati yang sehat, jiwa yang baik, dan
akal yang jernih dari kecintaan kepada Allah,
rindu untuk beribadah kepada-Nya dan
berjumpa dengan-Nya.
Kecintaan kepada Allah ialah ruh kehidupan,
siapa yang luput darinya maka tergolong ke
dalam bangkai-bangkai yang berjalan. Ia
adalah cahaya, siapa yang tidak berbekal
dengannya maka dia akan berada dalam lautan
kegelapan. Ia adalah penyembuh, siapa yang
tidak memilikinya maka hatinya akan terjangkit
oleh seluruh penyakit. Dan ia adalah kelezatan,
siapa yang tidak menemukannya maka hidupnya
hanya sekedar gundah gulana dan kepedihan.
Kecintaan kepada Allah inilah yang
mengantarkan hamba kepada negeri yang hanya
dapat dicapai setelah menjalani berbagai
rintangan dan kesulitan. Dan dengan cinta
inilah, seorang hamba meraih kedudukan dan
derajat yang didambakan oleh setiap hamba
yang shalih.
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
ﺛَﻼَﺙٌ ﻣَﻦْ ﻛُﻦَّ ﻓِﻴﻪِ ﻭَﺟَﺪَ ﺣَﻼَﻭَﺓَ ﺍﻹِﻳﻤَﺎﻥِ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟُﻪُ ﺃَﺣَﺐَّ
ﺇِﻟَﻴْﻪِ ﻣِﻤَّﺎ ﺳِﻮَﺍﻫُﻤَﺎ ، ﻭَﺃَﻥْ ﻳُﺤِﺐَّ ﺍﻟْﻤَﺮْﺀَ ﻻَ ﻳُﺤِﺒُّﻪُ ﺇِﻻَّ ﻟِﻠَّﻪِ ، ﻭَﺃَﻥْ ﻳَﻜْﺮَﻩَ ﺃَﻥْ
ﻳَﻌُﻮﺩَ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻜُﻔْﺮِ ﻛَﻤَﺎ ﻳَﻜْﺮَﻩُ ﺃَﻥْ ﻳُﻘْﺬَﻑَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﺎﺭِ
“Ada tiga perkara, yang barangsiapa perkara-
perkara tersebut terdapat padanya, maka dia
akan merasakan kelezatan iman, (yaitu)
hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih dia cintai
dari selain keduanya, hendaknya dia cinta
kepada seseorang, tidaklah dia mencintainya
kecuali karena Allah dan hendaknya dia benci
untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana dia
benci untuk dilemparkan ke dalam neraka.”
Membahas masalah kecintaan kepada Allah
adalah menyibak samudra yang sangat luas.
Namun cukuplah di sini kita mengisyaratkan
akan tiga hal.
Kecintaan kepada Allah adalah pondasi ibadah.
Berkata Ibnu Taimiyah, “Kecintaan kepada
Allah, bahkan kecintaan kepada Allah dan
Rasul-Nya termasuk kewajiban yang paling
agung, dasarnya yang paling besar dan
pondasinya yang mulia. Bahkan dia adalah
dasar setiap amalan, dari berbagai amalan
keimanan dan agama.”
Ibnul Qayyim bertutur pula, “Pondasi ibadah
adalah cinta kepada Allah. Bahkan mengesakan
Allah adalah dengan kecintaan itu, di mana
segala cinta hanya untuk Allah. Tidak boleh
selain Allah dicintai bersama Allah. Akan tetapi
kecintaannya hendaknya karena Allah dan pada
Allah, sebagaimana dia mencintai para nabi dan
rasul, para malaikat dan para wali.
Kecintaannya kepada mereka adalah dari
kesempurnaan kecintaannya kepada Allah dan
bukan cinta kepada mereka bersama Allah.”
Maksudnya bahwa segala cinta itu hanya untuk
Allah. Bila seorang hamba memberi cinta kepada
makhluk, maka kecintaan tersebut juga karena
Allah dan karena melaksanakan perintah-Nya,
sebagaimana seorang mukmin cinta kepada para
nabi, para malaikat, kaum mukminin dan
selainnya. Adapun siapa saja yang mencintai
makhluk dengan cinta ibadah, atau di samping
cinta kepada Allah dia juga mencintai makhluk
maka hal tersebut tergolong perbuatan
kesyirikan yang mengeluarkan pelakunya dari
keislaman, sebagaimana dalam firman Allah,
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang
menyembah tandingan-tandingan selain Allah;
mereka mencintainya sebagaimana mereka
mencintai Allah. Adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah.
Dan jika seandainya orang-orang yang berbuat
dzalim itu mengetahui ketika mereka melihat
siksa (pada hari kiamat), bahwa kekuatan itu
kepunyaan Allah semuanya, dan bahwa Allah
amat berat siksaa-Nya (niscaya mereka
menyesal).” [Al-Baqarah: 165]
Tanda-tanda Cinta kepada Allah
Berikut ini beberapa ayat yang menjelaskan
tanda-tanda kecintaan kepada Allah.
Di antaranya adalah firman Allah,
“Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Âli
‘Imrân: 31]
Ayat ini menjelaskan bahwa tanda kecintaan
seorang hamba kepada Allah dengan mengikuti
Rasulullah shallalâhu ‘alaihi wa sallam dalam
segala tuntunan dan syariat yang beliau bawa,
secara zhahir maupun bathin.
Selanjutnya, firman Allah Ta’âlâ,
“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa
di antara kalian yang murtad dari agamanya,
maka kelak Allah akan mendatangkan suatu
kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka
pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah-
lembut terhadap orang-orang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir,
yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak
takut kepada celaan orang yang suka mencela.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada
siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha
luas (pemberian-Nya), lagi Maha
Mengetahui.” [Al-Mâ`idah: 54]
Dalam ayat ini terdapat empat tanda kecintaan
hamba kepada Allah:
Pertama, dia berlemah lembut kepada sesama
mukmin.
Kedua, dia bersikap keras dan benci kepada
orang-orang kafir.
Ketiga, dia berjihad di jalan Allah dengan
segala kemampuannya, baik dengan harta, lisan,
badan maupun hatinya.
Keempat, dia tidak takut terhadap celaan
manusia dalam menjalankan perintah-perintah
Allah ‘Azza wa Jalla.
Selain itu, dari tanda kecintaan kepada Allah
Subhânahu wa Ta’âla adalah mendahulukan Allah
dan Rasul-Nya di atas segala perkara. Allah
Jalla Sya’nuhu berfirman,
“Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum
keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri
kerugiannya, dan tempat-tinggal yang kamu
sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan
Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya,
maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
Keputusan-Nya,” Dan Allah tidak memberi
petunjuk kepada orang-orang yang fasik.” [At-
Taubah: 24]
Dari tanda kecintaan hamba kepada Allah
adalah benci kepada apa yang dibenci oleh Allah
dan Rasul-Nya.
Sebab-sebab Penumbuh Cinta kepada Allah
Ibnul Qayyim rahimahullâh menyebutkan sepuluh
sebab yang akan menumbuhkan dan menambah
rasa cinta seorang hamba kepada Rabb-nya.
Berikut sepuluh sebab tersebut.
1. Membaca Al-Qur`ân dengan tadabbur dan
memahami maknanya.
2. Memperbanyak ibadah nafilah (sunnah)
setelah menunaikan ibadah-ibadah wajib.
3. Memperbanyak dzikir kepada Allah dalam
segala keadaan.
4. Lebih mendahulukan pelaksanaan dari apa
yang dicintai oleh Allah, walaupun hal tersebut
menyelishi hawa nafsunya.
5. Membawa hati untuk mencermati nama-nama
dan sifat-sifat Allah dan menelusuri taman-
tamannya.
6. Menyaksikan kebaikan, kebajikan dan nikmat-
nikmat Allah kepada makhluk-Nya.
7. Menundukkan diri di hadapan Allah Subhânahu
wa Ta’âla.
8. Berkhalwat dan bermunajad kepada-Nya di
waktu malam, terkhusus pada sepertiga malam
terakhir.
9. Duduk dengan orang-orang shalih.
10. Menghindari segala sebab yang bisa
memisahkan antara hatinya dengan Allah ‘Azza
wa Jalla.
Tentunya sepuluh sebab di atas bersumber dan
dari berbagai keterangan Al-Qur’an dan As-
Sunnah.
Semoga Allah menjadikan kita semua sebagai
orang-orang yang senantiasa cinta kepada
Allah dan Rasul-Nya dan beramal dengan
ketaatan. Wallâhu Ta’âla A’lam.

No comments:

Post a Comment

Jangan hanya blogwalking saja ya akhy dan ukhty, tapi tnggalkanlah jejak dengan berkomentar, agar saya bisa berkunjung balik