31 August 2014

Kewajiban berbakti kepada orang tua

KEWAJIBAN BERBAKTI KEPADA ORANG
TUA
Marilah kita bertakwa kepada Allah.
Kita laksanakan kewajiban yang telah
diperintahkan Allah Subhanahu wa
Ta'ala, yaitu berupa hak-hak-Nya
dan hak para hamba-Nya. Dan
ketahuilah, hak manusia yang paling
besar atas diri kalian ialah hak kedua
orang tua dan karib kerabat. Allah
menyebutkan hak tersebut berada
pada tingkatan setelah hak-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ﻭَﺍﻋْﺒُﺪُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﻭَﻟَﺎ ﺗُﺸْﺮِﻛُﻮﺍ ﺑِﻪِ ﺷَﻴْﺌًﺎ ۖ ﻭَﺑِﺎﻟْﻮَﺍﻟِﺪَﻱِﻥْ ﺇِﺣْﺴَﺎﻧًﺎ

"Sembahlah Allah dan janganlah
kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. Dan berbuat baiklah
kepada dua orang ibu-bapa ... " [an-
Nisâ`/4:36].
Begitu pula Allah Subhanahu wa
Ta'ala telah berfirman dalam surat
Luqmân/31 ayat 14:
ﻭَﻭَﺻَّﻴْﻨَﺎ ﺍﻟْﺈِﻧْﺴَﺎﻥَ ﺑِﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻪِ
"(Dan Kami perintahkan kepada
manusia (berbuat baik) kepada dua
orang ibu-bapanya, ...)"
Selanjutnya Allah menyebutkan
alasan perintah ini, yaitu:
ﺣَﻤَﻠَﺘْﻪُ ﺃُﻣُّﻪُ ﻭَﻫْﻨًﺎ ﻋَﻠَﻰٰ ﻭَﻫْﻦٍ
"(ibunya telah mengandungnya dalam
keadaan lemah yang bertambah-
tambah)".
Yakni keadaan lemah dan berat ketika
mengandung, melahirkan, mengasuh
dan menyusuinya sebelum kemudian
menyapihnya.
Kemudian Allah berfirman:
ﻭَﻓِﺼَﺎﻟُﻪُ ﻓِﻲ ﻋَﺎﻣَﻴْﻦِ ﺃَﻥِ ﺍﺷْﻜُﺮْ ﻟِﻲ ﻭَﻟِﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻚَ ﺇِﻟَﻲَّ ﺍﻟْﻤَﺼِﻴﺮُ
"(dan menyapihnya dalam dua tahun.
Bersyukurlah kepadaku dan kepada
dua orang ibu bapakmu. Hanya
kepada-Kulah kembalimu)".
Nabi telah menjadikan bakti kepada
orang tua lebih diutamakan daripada
berjihad di jalan Allah. Disebutkan
dalam shahîhaian dari 'Abdullâh bin
Mas'ûd, ia berkata:
ﺳَﺄَﻟْﺖُ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲَّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺃَﻱُّ ﺍﻟْﻌَﻤَﻞِ ﺃَﺣَﺐُّ ﺇِﻟَﻰ
ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﻋَﻠَﻰ ﻭَﻗْﺘِﻬَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﺛُﻢَّ ﺃَﻱٌّ ﻗَﺎﻝَ ﺑِﺮُّ ﺍﻟْﻮَﺍﻟِﺪَﻳْﻦِ
ﻗَﺎﻝَ ﺛُﻢَّ ﺃَﻱٌّ ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟْﺠِﻬَﺎﺩُ ﻓِﻲ ﺳَﺒِﻴﻞِ ﺍﻟﻠَّﻪِ
"Aku bertanya kepada Nabi; "Amalan
apakah yang paling utama?" Beliau
menjawab,"Shalat pada waktunya."
Aku bertanya lagi: "Kemudian apa
lagi?" Beliau menjawab,”Berbakti
kepada kedua orang tua.” Aku
bertanya lagi: ”Kemudian apa lagi?”
Beliau menjawab,”Berjihad di jalan
Allah.”
Dikisahkan dalam kitab Shahîh
Muslim, bahwa ada seseorang datang
kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam seraya berkata: "Aku berbaiat
kepadamu untuk berhijrah dan
berjihad di jalan Allah. Aku
mengharap pahala dari Allah.” Beliau
bertanya,”Apakah salah satu dari
kedua orang tuamu masih hidup?” Ia
menjawab,"Ya, bahkan keduanya
masih hidup,” beliau bersabda,”Engka
u mencari pahala dari Allah?” Ia
menjawab,”Ya." beliau
bersabda,"Pulanglah kepada kedua
orang tuamu, kemudian perbaikilah
pergaulanmu dengan mereka."
Disebutkan dalam sebuah hadits
dengan sanad jayyid (bagus), ada
seseorang berkata kepada Nabi :
"Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku
ingin berjihad namun aku tidak
mampu melakukannya". Beliau
Shallallahu 'alaihi wa sallam
bertanya: "Apakah salah satu dari
kedua orang tuamu masih ada?" Ia
menjawab,"Ya, ibuku," beliau
bersabda: "Temuilah Allah dalam
keadaan berbakti kepada kedua orang
tuamu. Apabila engkau
melakukannya, maka berarti engkau
telah berhaji, berumrah dan berjihad".
Allah Subhanhu wa Ta'ala juga telah
berwasiat supaya berbuat baik
kepada kedua orang tua di dunia
walaupun keduanya kafir. Akan tetapi,
apabila keduanya menyuruh untuk
berbuat kufur maka sang anak tidak
boleh menaati perintah kufur ini. Allah
Subhanahu wa Ta'ala berfirman:

ﻭَﺇِﻥْ ﺟَﺎﻫَﺪَﺍﻙَ ﻋَﻠَﻰٰ ﺃَﻥْ ﺗُﺸْﺮِﻙَ ﺑِﻲ ﻣَﺎ ﻟَﻴْﺲَ ﻟَﻚَ ﺑِﻪِ ﻋِﻠْﻢٌ ﻓَﻠَﺎ
ﺗُﻄِﻌْﻬُﻤَﺎ ۖ ﻭَﺻَﺎﺣِﺒْﻬُﻤَﺎ ﻓِﻲ ﺍﻟﺪُّﻧْﻴَﺎ ﻣَﻌْﺮُﻭﻓًﺎ ۖ ﻭَﺍﺗَّﺒِﻊْ ﺳَﺒِﻴﻞَ ﻣَﻦْ
ﺃَﻧَﺎﺏَ ﺇِﻟَﻲَّ ۚ ﺛُﻢَّ ﺇِﻟَﻲَّ ﻣَﺮْﺟِﻌُﻜُﻢْ ﻓَﺄُﻧَﺒِّﺌُﻜُﻢْ ﺑِﻤَﺎ ﻛُﻨْﺘُﻢْ ﺗَﻌْﻤَﻠُﻮﻥَ

"Dan jika keduanya memaksamu
untuk mempersekutukan dengan Aku
sesuatu yang tidak ada
pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya,
dan pergaulilah keduanya di dunia
dengan baik, dan ikutilah jalan orang
yang kembali kepada-Ku, kemudian
hanya kepada-Kulah kembalimu,
maka Kuberitakan kepadamu apa
yang telah kamu kerjakan".[Luqm
ân/31:15].
Disebutkan dalam kitab shahîhain,
dari Asmâ' binti Abu Bakar
Radhiyallahu 'anha, ia menceritakan
ketika ibunya datang menyambung
silaturrahmi dengannya padahal si
ibu masih dalam keadaan musyrik.
Asmâ' Radhiyallahu 'anha bertanya
kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam :
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻗَﺪِﻣَﺖْ ﻋَﻠَﻲَّ ﺃُﻣِّﻲ ﻭَﻫِﻲَ ﺭَﺍﻏِﺒَﺔٌ ﺃَﻓَﺄَﺻِﻞُ ﺃُﻣِّﻲ
ﻗَﺎﻝَ ﻧَﻌَﻢْ ﺻِﻠِﻲ ﺃُﻣَّﻚِ
"Wahai Rasulullah, ibuku datang
kepadaku ingin (menyambung
hubungan dengan putrinya, Asmâ'),
apakah aku boleh menyambung
hubungan kembali dengan ibuku".
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam menjawab,"Ya, sambunglah."
Cara berbakti kepada kedua orang
tua, ialah dengan mencurahkan
kebaikan, baik dengan perkataan,
perbuatan, ataupun harta.
Berbuat baik dengan perkataan, yaitu
kita bertutur kata kepada keduanya
dengan lemah lembut, menggunakan
kata-kata yang baik dan menunjukan
kelembutan serta penghormatan.
Berbuat baik dengan perbuatan, yaitu
melayani keduanya dengan tenaga
yang mampu kita lakukan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhannya,
membantu dan mempermudah
urusan-urusan keduanya. Tentu,
tanpa membahayakan agama
ataupun dunia kita. Allah
Mahamengetahui segala hal yang
sekiranya membahayakan. Sehingga
kita jangan berpura-pura mengatakan
sesuatu itu berbahaya bagi diri kita
padahal tidak, sehingga kitapun
berbuat durhaka kepada keduanya
dalam hal itu.
Berbuat baik dengan harta, yaitu
dengan memberikan setiap yang kita
miliki untuk memenuhi kebutuhan
yang diperlukan oleh keduanya,
berbuat baik, berlapang dada dan
tidak mengungkit-ungkit pemberian
sehingga menyakiti perasaan ibu
bapak.
Berbakti kepada kedua orang tua
tidak hanya dilakukan tatkala
keduanya masih hidup. Namun tetap
dilakukan manakala keduanya telah
meninggal dunia. Ada sebuah kisah,
yaitu seseorang dari Bani Salamah
mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam. Ia bertanya:
ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻫَﻞْ ﺑَﻘِﻲَ ﻣِﻦْ ﺑِﺮِّ ﺃَﺑَﻮَﻱَّ ﺷَﻲْﺀٌ ﺃَﺑَﺮُّﻫُﻤَﺎ ﺑِﻪِ ﺑَﻌْﺪَ
ﻣَﻮْﺗِﻬِﻤَﺎ ﻗَﺎﻝَ ﻧَﻌَﻢْ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓُ ﻋَﻠَﻴْﻬِﻤَﺎ ﻭَﺍﻟِﺎﺳْﺘِﻐْﻔَﺎﺭُ ﻟَﻬُﻤَﺎ ﻭَﺇِﻧْﻔَﺎﺫُ
ﻋَﻬْﺪِﻫِﻤَﺎ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻫِﻤَﺎ ﻭَﺻِﻠَﺔُ ﺍﻟﺮَّﺣِﻢِ ﺍﻟَّﺘِﻲ ﻟَﺎ ﺗُﻮﺻَﻞُ ﺇِﻟَّﺎ ﺑِﻬِﻤَﺎ
ﻭَﺇِﻛْﺮَﺍﻡُ ﺻَﺪِﻳﻘِﻬِﻤَﺎ
"Wahai Rasulullah, apakah masih ada
cara berbakti kepada kedua orang
tuaku setelah keduanya meninggal?"
Beliau menjawab,"Ya, dengan
mendoakannya, memintakan ampun
untuknya, melaksanakan janjinya
(wasiat), menyambung silaturahmi
yang tidak bisa disambung kecuali
melalui jalan mereka berdua, dan
memuliakan teman-temannya". [HR
Abu Dawud].
Allâhu Akbar! betapa luas cakupan
berbakti kepada kedua orang tua,
bahkan termasuk di dalamnya
keharusan memuliakan dan
menyambung silaturahmi kepada
teman kerabat.
Disebutkan dalam kitab Shahîh
Muslim, dari 'Abdullâh bin 'Umar bin
Khatthâb Radhiyallahu 'anhu : "Suatu
hari beliau Radhiyallahu 'anhu
berjalan di kota Makkah dengan
mengendarai keledai yang biasa
beliau Radhiyallahu 'anhu gunakan
bersantai jika bosan mengendarai
unta. Lalu di dekat beliau lewatlah
seorang Arab Badui. Lantas 'Abdullah
bin 'Umar pun bertanya
kepadanya:”Benarkah engkau Fulan
bin Fulan?” Ia menjawab,”Ya,”
kemudian 'Abdullah bin 'Umar
memberikan keledainya kepada orang
itu sambil berkata,”Naikilah keledai
ini.” Beliau juga memberikan sorban
yang mengikat di kepalanya seraya
berkata,”Ikatlah kepalamu dengan
sorban ini,” maka sebagian
sahabatnya berkata,”Semoga Allah
mengampunimu. Mengapa engkau
memberikan keledai kendaraan
santaimu dan sorban ikat kepalamu
kepada orang itu?” Maka 'Ibnu 'Umar
menjawab: ”Orang ini, dahulu adalah
teman 'Umar (bapakku), dan aku
pernah mendengar Rasulullah
berkata,'Sesungguhnya bakti yang
terbaik, ialah tetap menyambung
hubungan keluarga ayahnya".
Adapun balasan berbakti ini ialah
pahala yang besar saat di dunia
maupun akhirat. Barang siapa yang
berbakti kepada orangtuanya, maka
kelak anak-anaknya juga akan
berbakti kepadanya, serta memberikan
jalan keluar dari kesusahannya.
Dalam kitab Shahîh al-Bukhâri dan
Shahîh Muslim, dari hadits Ibnu 'Umar
Radhiyallahu 'anhu disebutkan
tentang kisah tiga orang yang ingin
bermalam di gua, lalu merekapun
masuk ke dalamnya. Begitu sampai di
dalam gua, tiba-tiba sebongkah batu
besar jatuh dan menutup mulut gua
tersebut.
Merekapun kemudian bertawasul
kepada Allah dengan amal-amal
shalih yang pernah dikerjakan supaya
mereka bisa keluar. Salah seorang
dari mereka berkata:
Ya Allah, sesungguhnya aku
mempunyai bapak dan ibu yang
sudah sangat tua. Aku tidak pernah
memberikan susu kepada keluarga
maupun budakku sebelum mereka
berdua.
Suatu hari, aku pergi jauh untuk
mencari pohon dan belum kembali
kepada mereka hingga mereka pun
tertidur. Akupun memerah susu untuk
mereka. Setelah selesai, ternyata aku
mendapatkan mereka berdua telah
tertidur. Aku tidak ingin
membangunkannya dan tidak
memberikan susu kepada keluarga
maupun untukku sendiri. Aku terus
menunggu mereka sambil membawa
mangkuk susu di tanganku hingga
terbit fajar. Mereka pun bangun dan
meminum susu perahanku.
Ya Allah, sekiranya aku melakukan itu
semua karena-Mu, maka bukakanlah
batu yang telah menutupi kami ini.
Maka batu itupun bergeser sedikit.
Kemudian demikian pula yang lainnya
berdoa, bertawasul dengan amalan
shalih yang pernah mereka kerjakan.
Akhirnya, batu itupun bergeser
sehingga gua terbuka dan mereka
dapat keluar, kemudian kembali
melanjutkan perjalanan.
Ketahuilah, berbakti kepada orang tua
juga akan mendatangkan keluasan
rizki, panjang umur dan khusnul
khatimah.
Diriwayatkan dari Sahabat 'Ali bin Abi
Thâlib bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda: "Barang siapa yang senang
apabila dipanjangkan umurnya,
diluaskan rizkinya dan dihindarkan
dari sû`ul khatimah, maka hendaklah
ia bertakwa kepada Allah dan
menyambung silaturahmi." Dan
sesungguhnya, berbakti kepada orang
tua merupakan wujud silaturahmi
yang paling mulia, karena orang tua
memiliki hubungan kekerabatan yang
paling dekat dengan kita.
Seorang mukmin yang berakal,
sungguh sangat tidak pantas berbuat
durhaka dan memutuskan hubungan
dengan kedua orang tua, padahal ia
mengetahui keutamaan berbakti
kepadanya, dan balasannya yang
mulia di dunia maupun di akhirat.
Larangan ini sangat besar.
Apabila telah mencapai usia lanjut,
kedua orang tua akan mengalami
kelemahan badan maupun pikiran.
Bahkan keduanya bisa mengalami
kondisi yang serba menyusahkan,
sehingga menyebabkan seseorang
mudah menggertak atau bersikap
malas untuk melayaninya. Dalam
keadaan demikian, Allah melarang
setiap anak membentak, meskipun
dengan ungkapan yang paling ringan.
Tetapi Allah memerintahkan si anak
supaya bertutur kata yang baik,
merendahkan diri dalam perkataan
maupun perbuatan di hadapan
keduanya. Sebagaimana sikap
seorang pembantu di hadapan
majikannya. Demikian pula, Allah
memerintahkan si anak supaya
mendoakan keduanya, semoga Allah
mengasihi keduanya sebagaimana
keduanya telah mengasihi dan
merawat si anak tatkala masih kecil.
Sang ibu rela berjaga saat malam hari
demi menidurkan anaknya. Iapun rela
menahan rasa letih supaya si anak
bisa beristirahat dengan cukup.
Adapun bapaknya, ia berusaha
sekuat tenaga mencari nafkah. Letih
pikirannya, letih pula badannya.
Semua itu, tidak lain ialah untuk
memberi makan dan mencukupi
kebutuhan si anak. Sehingga
sepantasnya bagi si anak untuk
berbakti kepada keduanya sebagai
balasan atas kebaikannya.
Dalam kitab shahîhain disebutkan
dari Abu Hurairah, bahwasanya ada
seorang laki-laki bertanya kepada
Nabi: "Wahai Rasulullah, siapakah di
antara manusia yang paling berhak
aku pergauli dengan baik?" Rasulullah
menjawab,"Ibumu." Orang itu bertanya
lagi: "Kemudian siapa lagi?" Nabi
Shallallahu 'alaihi wa sallam
menjawab: "Ibumu." Orang itu
mengulangi pertanyaannya:
"Kemudian siapa lagi?" Nabi pun
kembali mengulangi jawabanya:
"Ibumu." Iapun kemudian mengulangi
pertanyaanya untuk yang ke empat
kalinya: "Kemudian siapa?" Rasulullah
menjawab: "Bapakmu."
Semoga Allah memberikan taufik-Nya,
sehingga memudahkan kita untuk
berbakti kepada ibu bapak. Dan
semoga Allah memberi karunia
kepada kita keikhlasan dalam
melaksanakannya. Sesunggunya Dia-
lah Dzat yang Mahapemurah lagi
Mahapenyayang.